Ia berasal dari keluarga yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat terbatas. Untuk mengubah kehidupan keluarganya.
Eka Tjipta Widjaja kecil memutuskan untuk ikut ayahnya merantau dari Tiongkok ke Makassar pada tahun 1938.
Pada saat itu, Eka masih berusia sembilan tahun.
Dalam usia yang begitu muda, beliau berlayar bersama ayahnya untuk mencapai Makassar, menyusul ayahnya yang telah lebih dulu berada di sana.
Bersama ibunya, Eka Tjipta Widjaja kecil berlayar selama tujuh hari tujuh malam.
"Lantaran kami miskin, kami tidur di tempat terburuk di kapal, di bawah kelas dek.
Kami memiliki uang lima dolar, tetapi tidak bisa menggunakannya, karena kami masih berhutang 150 dolar kepada rentenir hanya untuk sampai ke Indonesia," kenang Eka Tjipta Widjaja.
Setelah tiba di Makassar, Eka dan orang tuanya tinggal di sebuah rumah dengan dinding dari bambu (gedhek) dan atap dari daun rumbia.
Untuk mencukupi kehidupan, ayahnya membuka toko sederhana. Eka membantu ayahnya dalam berjualan.
Setelah mengoperasikan toko kelontong grosir pada tahun 1949, Eka Tjipta Widjaja mulai menjalankan bisnis yang lebih besar seperti kopra, kelapa sawit, dan kertas.
Meskipun mengalami kegagalan dalam bisnis kopra, semangat Eka Tjipta Widjaja tidak pernah padam dalam mengembangkan bisnisnya.
Di Surabaya, CV Sinar Mas didirikan, dan diikuti dengan pembangunan pabrik minyak goreng serta pabrik kertas dan bubur kertas.
Setelah sukses dalam bisnis kertas dan kelapa sawit, Sinar Mas memperluas usahanya ke sektor layanan keuangan seperti asuransi dan perbankan.
Ketika krisis ekonomi melanda pada tahun 1998, Sinar Mas mulai beroperasi secara komersial di bidang penyediaan energi, perdagangan besar, dan infrastruktur telekomunikasi.
Sinar Mas juga membentuk pilar-pilar baru, termasuk industri telekomunikasi melalui Smartfren.