Roda Perdamaian Timur Tengah: Perjanjian Oslo hingga Kontroversi Pemisahan Diri Israel
SUMEKSRADIONEWS.ONLINE - Upaya perdamaian di tanah Arab telah menjadi agenda global sejak tahun 1939, dengan konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel.
Perjanjian Camp David antara Mesir dan Israel pada awalnya diharapkan sebagai langkah penting, tetapi gagal mencapai kesepakatan yang berkelanjutan.
Pada saat yang sama, Israel menolak negosiasi dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), memicu konflik seperti Perang Lebanon 1982 dan pembantaian di Kamp pengungsian Sabra dan Shatila pada 1982.
Perang intifada pada 1987 semakin memanas, memicu upaya perdamaian dengan perjanjian Oslo I dan Oslo II pada 1993.
BACA JUGA:Sejarah Asal Usul Kabupaten Empat Lawang, Cerita 4 Tokoh Pahlawan di Sumatera Selatan, Mari Lihat !
Pada Agustus 1993, perundingan rahasia di Oslo menghasilkan Kesepakatan Oslo antara Israel dan Palestina.
Pada 13 September 1993, Israel dan PLO sepakat mengakui kedaulatan masing-masing.
Pemimpin Israel, Yitzhak Rabin, menarik pasukan dari Tepi Barat dan Jalur Gaza, memberikan kesempatan bagi Arafat untuk membentuk lembaga otonomi di wilayah tersebut.
Meskipun ada kemajuan, kerusuhan terowongan Al-Aqsa pada 1996 menciptakan ketegangan baru.
Setelah Oslo, kedua pihak berkomitmen pada solusi dua negara, tetapi masalah utama, seperti wilayah dan keamanan, tetap sulit diatasi.
Pandangan terhadap konflik ini sangat beragam. Pendukung perlawanan Palestina melihatnya sebagai hak melawan pendudukan tidak sah Israel, sementara pendukung tindakan Israel melihatnya sebagai bentuk pertahanan diri terhadap terorisme Palestina.
Perbedaan pandangan ini menjadi hambatan utama dalam mencapai pemecahan konflik.