Tongkat Caduceus, dengan sayap dan dua ular yang melingkar, memberikan sentuhan kesan kerajaan dan kekuasaan.
Perahu layar di atas lautan, sementara itu, menjadi gambaran perjalanan dan eksplorasi yang dijalani oleh bangsa Belanda di perairan yang belum dikenal.
Lambang Kota
Seiring dengan berjalannya waktu, lambang Kota Palembang tidak hanya menjadi simbol historis, tetapi juga mengalami transformasi yang menandai perjalanan modernisasi.
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Palembang No. 36/DPRDK/1956 menandai penegasan lambang daerah yang kini digunakan.
Rd. Muhammad Ikhsan, seorang sejarawan Kota Palembang, membagi desain lambang tersebut menjadi tiga bagian utama.
Bagian pertama, sirah berwarna merah tua kecokelatan dengan 18 tanduk lembaran daun teratai, menjadi titik awal yang kental dengan simbolisme lokal.
Sirah ini membawa makna keberanian dan keagungan, diilustrasikan dengan warna merah tua yang menggambarkan semangat juang dan kecokelatan yang menghubungkan dengan tanah yang subur.
Bunga melati yang belum mekar, menjadi bagian kedua dari lambang ini, menggambarkan harapan dan potensi yang belum terungkap.
Dengan sentuhan kemurnian dan keindahan, bunga melati ini menyiratkan masa depan yang cerah dan tumbuhnya potensi yang belum tergali sepenuhnya.
Puncak rebung kuning emas berjumlah 8 (Agustus), menjadi elemen ketiga yang tak kalah penting.
Angka 8 yang melambangkan bulan Agustus menggambarkan kemerdekaan Indonesia.
Sementara itu, warna kuning emas memberikan nuansa kemuliaan dan kejayaan.