Namun, menurut sejarawan Djoko Marihandono, Daendels sebenarnya telah menyediakan upah sebesar 30.000 ringgit untuk membayar dan memberi makan para mandor serta pekerja Heerendiensten.
Sayangnya, uang tersebut ternyata dikorupsi oleh para bupati sehingga tidak sampai kepada para pekerja.
Meskipun tercatat dalam arsip laporan Pemerintah Prancis, narasi ini masih diragukan kebenarannya oleh sebagian publik.
Sejarah Heerendiensten mencerminkan periode kelam di mana masyarakat Indonesia menjadi korban dari kebijakan pemerintahan kolonial yang memanfaatkan pekerjaan paksa untuk kepentingan imperialisme.
Meskipun upaya pembangunan dilakukan, namun catatan hitam dari kebijakan ini tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.