Yang sering terjadi, banyak orang salah mengira gejala tersebut sebagai gangguan lambung seperti GERD (gastroesophageal reflux disease).
Dokter Sari menjelaskan, penting untuk mengenali perbedaan khas antara gejala serangan jantung dan GERD.
“Kalau serangan jantung, nyerinya menjalar ke punggung, lengan kiri, rahang dan dada terasa berat.
Sedangkan GERD nyerinya tajam, tapi hanya terpusat di ulu hati dan tidak menjalar,” jelasnya.
Walau teknologi medis untuk menangani serangan jantung kini semakin canggih, pencegahan tetap menjadi kunci utama.
BACA JUGA:Rahasia Terhindar dari Dehidrasi saat Puasa di Iklim Tropis
BACA JUGA:Sahur Seimbang, Energi Terjaga: Rahasia Puasa Lancar Sepanjang Hari
Pemeriksaan rutin terhadap kondisi jantung sangat disarankan terutama bagi mereka yang sudah menginjak usia 40 tahun.
Pemeriksaan ini menjadi semakin penting bila seseorang memiliki faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, kebiasaan merokok, atau memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung.
“Lakukan pencegahan dengan check-up rutin, apalagi kalau ada komorbid,” tegas dr. Sari.
Pemeriksaan jantung bisa dimulai dengan tes laboratorium untuk mengetahui kadar lemak darah dan gula darah.
Pemeriksaan lanjutan bisa dilakukan dengan treadmill test, elektrokardiogram (EKG), dan jika diperlukan, CT Scan jantung atau MRI untuk melihat kondisi pembuluh darah secara lebih detail.
BACA JUGA:Inilah Pentingnya Menjaga Pola Tidur dan Olahraga Selama Ramadhan untuk Kesehatan Optimal
BACA JUGA:Tetap Segar dan Bugar: Pentingnya Minum Air Putih dan Menghindari Kafein Saat Berpuasa
Data di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata usia serangan jantung terjadi pada kelompok usia 55 hingga 65 tahun.
Angka ini lebih muda dibandingkan dengan Amerika Serikat (60–65 tahun) dan Jepang (65–70 tahun).