Dalam konteks transformasi digital dan bisnis yang adaptif, pengelolaan risiko menjadi bagian krusial.
BACA JUGA:Tak Perlu Khawatir, Proses Ganti Kartu ATM BRI Kini Lebih Mudah, Cepat, dan Aman, Begini Caranya!
BRI memperkuat organisasi manajemen risiko agar lebih fokus pada setiap segmen, menyempurnakan model asesmen risiko kredit agar lebih prediktif dan granular, serta mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system), digital collection, hingga recovery.
Strategi ini diterapkan pada semua segmen, baik SME, mikro, maupun konsumer.
“Transformasi BRI menuntut manajemen risiko menjadi bagian integral dari seluruh proses bisnis. Kami mengoptimalkan kapabilitas data analytics, mendorong pengambilan keputusan berbasis risiko (risk-based decision making), serta meningkatkan kesadaran risiko di seluruh level organisasi.
Hal ini penting untuk memastikan setiap keputusan strategis tetap berada dalam kerangka mitigasi risiko yang tepat,” ujar Mucharom.
BACA JUGA:Jumlah User Tumbuh 41%, QLola by BRI Catat Volume Transaksi Rp5.970 Triliun
BACA JUGA:Layanan Digital BRI Mudahkan Transaksi Pelanggan dan Pemilik Usaha
Selain fokus pada kualitas portofolio dan penguatan manajemen risiko, strategi BRI ini juga berdampak positif terhadap kinerja keuangan bank.
Hingga akhir Juni 2025, laba konsolidasian BRI Group mencapai Rp26,53 triliun, sedangkan total aset tumbuh 6,52% secara year on year menjadi Rp2.106,37 triliun.
Angka-angka ini menunjukkan ketangguhan BRI dalam menghadapi berbagai tekanan ekonomi, baik domestik maupun global, sekaligus memperkuat posisi BRI sebagai lembaga keuangan nasional yang solid dan kredibel.
Mucharom menekankan bahwa keberhasilan ini bukan hanya hasil dari strategi bisnis semata, tetapi juga buah dari tata kelola risiko yang matang dan adaptif.
“Manajemen risiko bukan hanya soal mengantisipasi kerugian, tetapi juga menjadi landasan bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
BACA JUGA:BRI Gelar Consumer Expo 2025 di Bandung, Hadirkan Suku Bunga KPR Ringan Mulai 2,40%