Terapi Diet Ketogenik untuk Epilepsi: Mekanisme dan Manfaatnya Lebih Mendalam
SUMEKSRADIONEWS.ONLINE- Epilepsi, gangguan saraf pusat yang menghasilkan kejang, telah menjadi tantangan kesehatan global yang signifikan.
Meskipun terapi obat-obatan telah membantu mengontrol gejala pada banyak pasien, ada kelompok yang tidak merespons atau mengalami efek samping yang mengganggu.
Oleh karena itu, berbagai alternatif pengobatan telah diperkenalkan, termasuk terapi diet ketogenik yang telah menarik perhatian para peneliti dan praktisi medis.
BACA JUGA:Optimalkan Keseimbangan Hormonal dengan Suplemen Nutrisi dalam Mengelola PCOS
Diet ketogenik adalah pendekatan nutrisi yang sangat rendah karbohidrat dan tinggi lemak.
Tujuannya adalah memaksa tubuh mencapai kondisi ketosis, di mana tubuh mengubah sumber energi utamanya dari glukosa menjadi senyawa keton.
Diet ini awalnya dikembangkan pada tahun 1920-an sebagai pengobatan epilepsi, terutama pada anak-anak yang tidak merespons dengan baik terhadap obat-obatan.
Meskipun popularitasnya menurun seiring perkembangan obat-obatan baru, diet ketogenik kini mendapatkan kembali sorotan karena potensinya dalam mengurangi kejang.
BACA JUGA:Rileksasi Pikiran untuk Keseimbangan Hormonal: Mengatasi Stres pada Wanita dengan PCOSMenuju Keseimbangan Horm
Mekanisme utama di balik efektivitas diet ketogenik pada epilepsi belum sepenuhnya dipahami, tetapi para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor kunci yang mungkin berperan.
Dalam kondisi normal, otak menggunakan glukosa sebagai sumber utama energi.
Namun, pada ketosis, tubuh mengubah lemak menjadi senyawa keton, yang dapat berfungsi sebagai alternatif efisien untuk otak.
Ini menjadi khususnya penting bagi individu dengan epilepsi, di mana gangguan sinyal listrik di otak dapat memicu kejang.
BACA JUGA:Peran Vital Aktivitas Fisik dalam Mengelola Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS)
Senyawa keton dapat memberikan sumber energi yang lebih stabil dan meredakan aktivitas listrik yang tidak teratur.
Selain itu, senyawa keton juga diyakini memiliki efek neuroprotektif.
Mereka dapat melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif dan peradangan, yang keduanya dapat memperburuk gejala epilepsi.