Melacak Jejak Sejarah Asal-Usul Tanjung Enim, Kota di Semenanjung Air yang Bening
SUMEKSRADIONEWS.ONLINE - Tanjung Enim, sebuah kota dengan sejarah yang kaya, mengajarkan kita pentingnya mencatat dan merawat warisan masa lalu.
Pepatah lama, "Adat muda menanggung rindu, adat tua menanggung iba," menjadi semakin relevan di era ini, di mana nilai-nilai tradisional terkadang terlupakan.
Mencatat peristiwa dan kehidupan masa lalu bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kolektif untuk memastikan bahwa cerita-cerita berharga tersebut tidak hilang bersamaan dengan berjalannya waktu.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, baru-baru ini menyoroti kekhawatiran tentang keberlanjutan aset pemerintah yang tidak terdokumentasi dengan baik dari zaman Orde Baru.
BACA JUGA:Ada Jejak Arkeologis, Temuan Barang Antik dan Unik dari Permukiman Bayung Lencir Musi Banyuasin Ini?
Hal ini menciptakan tantangan dalam pembuktian hukum dan menunjukkan pentingnya mencatat dengan seksama.
Dalam menggali sejarah Tanjung Enim, kita menemukan bahwa catatan puyang-puyang pendahulu memberikan fondasi yang tak ternilai.
Kota ini memiliki asal usul dari kata "Kute Tanjung Ayek Hening (KTAH)," yang diterjemahkan sebagai "kota di semenanjung air yang bening."
Dusun Ilir dihuni oleh puyang Dusun Ilir, sementara di atasnya (di hulu sungai) disebut sebagai dusun uluan (jeme uluan).
BACA JUGA:Sejarah Keberagaman dan Kekeluargaan dari Bayung Lencir, Musi Banyuasin Ada 3 Marga Diwilayah Ini
Catatan-catatan ini memberikan kita wawasan tentang keadaan masa itu, meskipun rekaan yang persis mungkin tidak ada.
Pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi, pada masa kerajaan Sriwijaya, Tanjung Enim menjadi bagian dari kerajaan maritim terbesar saat itu.
Sungai-sungai di Sumatera Selatan menjadi infrastruktur utama untuk transportasi air.