BRI Siapkan Rp3 Triliun untuk Buyback Saham, Cerminan Optimisme terhadap Kinerja Jangka Panjang

BRI Siapkan Rp3 Triliun untuk Buyback Saham, Cerminan Optimisme terhadap Kinerja Jangka Panjang

BRI Siapkan Rp3 Triliun untuk Buyback Saham, Cerminan Optimisme terhadap Kinerja Jangka Panjang-dok : sumeks radio -

SUMEKSRADIONEWS.ONLINE – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

(BRI) kembali menunjukkan langkah strategis dalam memperkuat fondasi kinerja jangka panjang perusahaan.

Melalui aksi korporasi pembelian kembali saham atau buyback, BRI mengalokasikan dana sebesar Rp3 triliun, mencerminkan optimisme tinggi terhadap prospek usaha dan keberlanjutan kinerja perusahaan di tengah dinamika ekonomi global.

Buyback saham ini bukan sekadar aksi finansial biasa.

Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, menyampaikan bahwa langkah tersebut telah mendapatkan restu dari pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diselenggarakan pada 24 Maret 2025 lalu.

Buyback dilakukan melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan diselesaikan paling lama 12 (dua belas) bulan setelah tanggal RUPST,” ujar Hendy.

BACA JUGA:8 Strategi Digital Marketing untuk UMKM yang Ingin Tumbuh di 2025!

BACA JUGA:Dari Dapur Kecil ke Pasar Luas: Perjalanan Inspiratif Suhartini Bersama BRI dalam Membangun Tien Cakes and Coo

Langkah buyback ini juga didorong oleh komitmen perusahaan untuk mendukung program kepemilikan saham bagi karyawan, sebagai bagian dari strategi jangka panjang yang menekankan pada employee engagement dan kesejahteraan SDM.

Hal ini menjadi bagian integral dari budaya kerja Insan BRILiaN, sebutan bagi para pekerja BRI yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan kinerja perusahaan.

Meningkatkan Kepercayaan Investor di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Aksi buyback yang dimulai pada April 2025 ini juga bertujuan untuk memperkuat kepercayaan investor, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang tengah melanda.

Hendy menyebut bahwa BRI sangat memperhatikan faktor-faktor makroekonomi, seperti kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh pemerintahan Presiden AS dan ketidakpastian arah benchmark rate atau suku bunga acuan global, dalam hal ini The Federal Funds Rate (FFR).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: