"Prosesnya sudah lama berjalan dan telah lama ditolak oleh pedagang terkait dengan perjanjian penyedia dana (BOT).
BACA JUGA:KPU Menyediakan 51 TPS Lokus dan Disabilitas di Sumsel, Cek Lokasinya Disini
Kenapa BOT ditolak? Ketika ada pergantian pemerintahan, Eddy Santana Putra, BOT berpindah ke PT. Ganda Tata Prima (GTP).
Itulah yang menimbulkan masalah tentang BOT di pasar ini," ujar Sapriadi, SH, MH, pengacara pedagang pasar Kuto.
Pedagang pasar meminta agar pasar Kuto dikelola langsung oleh PD Pasar. Sejak tahun 2016, masalah ini semakin memanas.
Kami mendengar informasi bahwa pasar Kuto akan di-BOT-kan lagi ke perusahaan lain.
Hal ini diduga melanggar regulasi yang ada," ungkapnya.
Sebagai akibatnya, para pedagang melalui paguyuban pedagang pasar menyatakan keinginan untuk menunda proses tersebut sampai ada pergantian wali kota yang baru," jelasnya.
Ketika ada pergantian pemerintahan, karena masalah ini diduga melibatkan cacat hukum, hal ini akan menjadi masalah dan PR bagi wali kota yang baru.
"Kami menduga bahwa pengelolaan PD Pasar Kota Palembang sudah kacau.
Saatnya Kejaksaan Tinggi, Polda Sumsel, dan penegak hukum untuk melakukan audit terhadap PD Pasar dan pemerintah Kota Palembang, termasuk pejabat tingkat atas dan Dinas Pendapatan Daerah yang terkait dengan PD Pasar Kota Palembang," pintanya.
Dia juga berharap agar pembangunan atau rehabilitasi pasar Kuto ditunda, karena saat ini hanya atap yang bocor dan parit yang tersumbat yang perlu diperbaiki.
Padahal, pasar ini memberikan banyak pendapatan melalui pengelolaan parkir, retribusi, dan sewa lapak. Kami menduga bahwa PD Pasar gagal mengelola pasar di Kota Palembang.
Sudah saatnya dilakukan audit.