SUMEKSRADIONEWS.ONLINE- Di tengah perkembangan era digital dan teknologi informasi yang terus melaju pesat, sektor pertanian Indonesia juga tak bisa tinggal diam.
Transformasi digital mulai merambah ke sawah dan ladang, menjembatani para petani lokal dengan pasar yang lebih luas melalui marketplace pertanian.
Inilah saatnya petani Indonesia naik kelas, bukan hanya sebagai produsen, tetapi juga sebagai pelaku usaha yang melek pasar, harga, dan jaringan distribusi.
Marketplace produk pertanian adalah platform daring (online) yang menghubungkan langsung petani dengan konsumen, pelaku bisnis kuliner, pengusaha retail, hingga eksportir.
Model ini menawarkan perubahan besar dalam rantai pasok tradisional, yang selama ini didominasi oleh tengkulak atau pihak ketiga yang mengambil margin cukup besar dari hasil kerja keras petani.
BACA JUGA:BRI Siapkan Rp3 Triliun untuk Buyback Saham, Cerminan Optimisme terhadap Kinerja Jangka Panjang
BACA JUGA:Intip Yuk! Strategi Penetapan Harga UMKM di 2025: Jangan Asal Murah, Harus Cerdas!
Potensi Keuntungan Lebih Besar bagi Petani
Salah satu tantangan terbesar petani lokal adalah harga jual yang kerap tidak sebanding dengan biaya produksi.
Di sinilah marketplace pertanian menjadi solusi strategis.
Dengan memotong rantai distribusi yang panjang, petani dapat menjual produk mereka langsung ke konsumen akhir, meningkatkan margin keuntungan yang mereka peroleh.
Sebagai contoh, dalam sistem konvensional, harga cabai dari petani bisa Rp 10.000/kg, namun di pasar bisa dijual Rp 25.000–30.000/kg.
Marketplace dapat memangkas perbedaan harga ini, memberikan harga lebih adil bagi petani dan tetap kompetitif bagi pembeli.
BACA JUGA:8 Strategi Digital Marketing untuk UMKM yang Ingin Tumbuh di 2025!