Kisah ini melibatkan beberapa generasi pawang buaya, dan setiap generasi memiliki pengalaman yang berbeda dalam berurusan dengan buaya.
BACA JUGA:Mengenal Arti dari Lambang Kabupaten Banyuasin, Tak Banyak Warga Yang tahu nih !
Berikut adalah ringkasan singkat dari perubahan ini:
Generasi Pertama: Muyang pertama, yang dikenal sebagai muyang Malik, memiliki kemampuan untuk memanggil buaya dengan mudah.
Ketika buaya dipanggil, buaya-buaya tersebut akan segera datang, bahkan dengan penunggangnya.
Generasi Kedua: Keturunan muyang Malik, yang bernama Kamaluddin bergelar Ratu Jurum, memiliki kemampuan yang hampir serupa dengan generasi pertama.
Buaya masih merespon panggilan mereka dan datang ketika dipanggil.
Generasi Ketiga: Generasi ketiga, yang bernama Punggawa Cabuk bergelar Raden Jurung, mengalami perubahan dalam hubungan mereka dengan buaya.
Meskipun buaya masih merespon panggilan, penunggang buaya sudah tidak lagi terlihat. Hanya suara penunggang yang terdengar.
BACA JUGA:Unik Sekali Ternyata Kota Sawahlunto Memiliki Asal usul yang Menarik! Yu Cari Tau
Generasi Keempat: Pada generasi keempat, muyang bernama Tunak bergelar Raden Kuning.
Pada masa ini, buaya sudah lambat datang, dan penunggangnya tidak terlihat, bahkan suaranya juga tidak terdengar lagi.
Generasi Kelima: Generasi kelima, yang bernama Imang bergelar Raden Sentul, menghadapi perubahan lebih lanjut.
Buaya tidak lagi datang saat dipanggil, namun mereka dapat diusir jika diperlukan.
Generasi Keenam: Pada generasi keenam, seorang muyang bernama Abdullah bergelar Raden Intan sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk memanggil buaya.
Namun, jika ada masalah dengan buaya, ia masih dapat mengusir mereka.
Generasi Ketujuh: Generasi saat ini adalah Abdullah Hamid, yang bergelar Pendekar Jurung Jurung Mata Intan.
Pada masa ini, buaya tidak lagi merespon panggilan, bahkan tidak dapat diusir lagi.
BACA JUGA:Selain Nama! Kota Palembang Dahulu Punya Cerita Unik dan Bersejarah di Masa Kejayaan Abad ke-7, Coba Lihat!
Perubahan dalam hubungan antara pawang buaya dan buaya-buaya tersebut menjadi bagian penting dalam cerita ini.
Ini mencerminkan bagaimana hubungan antara manusia dan alam dapat berubah seiring berjalannya waktu dan perubahan lingkungan.
Meskipun ketujuh generasi ini tidak lagi memiliki kemampuan untuk memanggil buaya, warisan mereka tetap hidup dan dipelihara oleh masyarakat setempat.
Abdullah Hamid, generasi ketujuh dalam garis keturunan pawang buaya, tetap menjadi sosok yang dihormati di Desa Pemulutan.
Menggunakan Tenaga Pawang Buaya di Luar Desa Pemulutan
Keahlian memanggil atau mengusir buaya tidak hanya memiliki nilai penting di Desa Pemulutan tetapi juga di berbagai daerah lainnya.
Abdullah Hamid, generasi ketujuh dalam garis keturunan pawang buaya, telah menggunakan kemampuannya untuk mengatasi masalah buaya di berbagai daerah di sekitar Sumatra Selatan dan bahkan di luar daerah tersebut.