Menyusuri Keagungan dan Ketahanan dalam Wisata Bersejarah, Masjid Baiturrahim Banda Aceh
Wisata religi di Masjid Baiturrahim Banda Aceh.-foto: dok net-
Menyusuri Keagungan dan Ketahanan dalam Wisata Bersejarah, Masjid Baiturrahim Banda Aceh
BANDA ACEH, SUMEKSRADIONEWS.ONLINE - Jika Anda tengah berburu destinasi wisata bersejarah yang berkesan, Masjid Baiturrahim yang terletak di Kecamatan Meuraksa, Ulee Lheue, Banda Aceh, Aceh, bisa jadi pilihan yang tepat.
Dengan jejak sejarahnya sebagai warisan Sultan Aceh dari abad ke-17, masjid ini telah menunjukkan ketahanannya melalui berbagai cobaan sepanjang waktu, yang membuatnya menjadi salah satu masjid bersejarah paling signifikan di Indonesia.
Nama asli dari masjid ini adalah Masjid Jami Ulee Lheu. Namun, identitasnya berubah seiring dengan peristiwa tragis.
Pada tahun 1873, masjid ini mengalami transformasi signifikan, ketika Masjid Baiturrahman hangus terbakar akibat aksi Belanda.
BACA JUGA:Wisata Religius di Aceh: Menelusuri Pesona dan Keindahan Masjid Raya Baiturrahman
Insiden ini memaksa umat Muslim untuk melaksanakan shalat Jumat di Ulee Lheue, dan sejak itulah masjid ini mulai dikenal sebagai Masjid Baiturrahim.
Masjid ini telah mengalami serangkaian perubahan sejak pertama kali didirikan. Awalnya, struktur bangunan ini sepenuhnya terbuat dari kayu dan memiliki bentuk yang sederhana, berlokasi di samping tempat masjid sekarang berdiri.
Namun, material kayu ternyata tidak cukup kuat untuk menahan perubahan iklim dan bangunan tersebut akhirnya runtuh.
Pada tahun 1922, masjid ini dibangun ulang oleh pemerintah Hindia Belanda. Mereka menggunakan bahan yang lebih tahan lama dan mengadaptasi gaya arsitektur Eropa yang elegan.
BACA JUGA:Melangkah Lorong Waktu Menuju Museum Rumah Cut Nyak Dhien, Wisata Sejarah Memikat di Aceh
Akan tetapi, konstruksi ini tidak memasukkan unsur besi atau penyangga tulang, sehingga bangunan tersebut dibangun hanya dengan bata dan semen.
Namun, tragedi tidak berhenti di situ. Pada tahun 1983, sebuah gempa bumi menghancurkan kubah masjid ini. Masyarakat setempat kemudian melakukan pembangunan kembali, tetapi kali ini mereka tidak memasang kubah, dan menggantinya dengan atap biasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Berita Terkait
2 bulan
4 bulan