Ancaman Delisting Saham BYAN dan HMSP: Dampak Regulasi Terhadap Stabilitas Pasar Saham Indonesia

Ancaman Delisting Saham BYAN dan HMSP: Dampak Regulasi Terhadap Stabilitas Pasar Saham Indonesia

Dampak peraturan tentang free float yang ketat terhadap dinamika pasar saham Indonesia-foto: dok net-

Ancaman Delisting Saham BYAN dan HMSP: Dampak Regulasi Terhadap Stabilitas Pasar Saham Indonesia

 

SUMEKSRADIONEWS.ONLINE - Dalam lingkup pasar saham Indonesia yang penuh dinamika, peraturan tentang free float telah muncul sebagai pemicu perdebatan tentang masa depan stabilitas ekosistem pasar.

Ancaman delisting dari dua kekuatan utama, yaitu PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), telah memicu pertanyaan mendalam tentang bagaimana regulasi ketat ini berpotensi mempengaruhi kestabilan pasar saham secara menyeluruh.

Dampak peraturan tentang free float yang ketat terhadap dinamika pasar saham Indonesia, dengan fokus pada implikasi potensial dari delisting BYAN dan HMSP terhadap indeks saham serta sentimen investor.

BACA JUGA:Dinamika Perubahan Manajemen dan Jejak Saham Hassana Boga Sejahtera Tbk: Pengaruh dan Dampaknya

Dalam lanskap pasar saham Indonesia yang terus berubah, nasib beberapa pemain utama berada dalam situasi genting karena mereka berhadapan dengan peraturan ketat tentang free float yang ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dua entitas utama, yaitu PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).

Berada di persimpangan jalan, karena mereka menghadapi risiko nyata untuk dihapus dari daftar jika gagal memenuhi persyaratan free float minimal sebesar 7,5% dari total saham hingga tanggal 21 Desember 2023.

Data terbaru yang dilaporkan oleh Bloomberg pada Sabtu, 13 Agustus 2023, mengungkapkan bahwa free float HMSP hanya sedikit di atas ambang batas minimum dengan persentase 7,49%, sedangkan situasi BYAN bahkan lebih kritis dengan hanya mencapai 2,5%.

BACA JUGA:Akun Driver Gangguan Sampai Susah Isi Saldo, Jangan Panik Ini Solusinya

Angka-angka ini menggambarkan gambaran yang mengkhawatirkan bagi kedua perusahaan tersebut karena mereka berjuang untuk memenuhi standar regulasi.

Jika kita melihat lebih mendalam pada spesifikasinya, berdasarkan data dari RTI, jelas terlihat bahwa pemegang saham mayoritas Bayan Resources adalah pemiliknya, yaitu Low Tuck Kwong, yang memiliki saham sebesar 60,9%.

Pemegang saham lainnya termasuk Sumber Suryadana Prima dengan 10%, Lim Chai Hock dengan 3,26%, dan Jenny Quantero dengan 2,98%. Kepemilikan publik menyumbang sisanya sebesar 22,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: