Implikasi Delisting: Dampak Terhadap Citra Perusahaan dan Kepercayaan Investor

Implikasi Delisting: Dampak Terhadap Citra Perusahaan dan Kepercayaan Investor

Ancaman delisting, yang mungkin muncul sebagai konsekuensi dari pelanggaran aturan free float atau faktor lainnya,-foto: dok net-

Pemegang saham lainnya termasuk Sumber Suryadana Prima dengan 10%, Lim Chai Hock dengan 3,26%, dan Jenny Quantero dengan 2,98%. Kepemilikan publik menyumbang sisanya sebesar 22,5%.

Pada kasus HM Sampoerna, kontrol mayoritas dipegang oleh Phillip Morris Indonesia, memiliki saham sebesar 92,5%, sementara sisanya sebesar 7,44% dimiliki oleh publik.

BACA JUGA:Kejayaan Garuda Indonesia Membuka Babak Baru dalam Dunia Penerbangan Indonesia

Tidak kalah pentingnya, sejumlah entitas lain juga menghadapi situasi serupa, dengan free float mereka tidak mencapai ambang batas yang ditetapkan.

Beberapa di antaranya termasuk BDMN, BNGA, BTPN, BMTR, SMCB, dan MABP, dengan free float masing-masing sebesar 7,48%, 6,7%, 5,4%, 4,5%, 1,37%, dan 1,1%.

Peraturan ketat ini berasal dari Surat Keputusan BEI Nomor Kep-00101/BEI/12-2021, yang menjelaskan bahwa sebuah perusahaan harus memiliki free float minimal sebanyak 50 juta saham atau 7,5% dari total saham yang tercatat, serta minimal 300 akun pemegang saham dalam program kepemilikan SID.

Batas waktu untuk mematuhi peraturan ini, sebagaimana diatur dalam Peraturan BEI No. I-A, adalah paling lambat dua tahun dari tanggal 21 Desember 2021, yang berarti hingga tanggal 21 Desember 2023.

BACA JUGA:Menghadapi Gelombang! Tantangan Investasi saat Emas Berdansa dengan Valuta Asing

Free float, dalam konteks ini, merujuk pada saham yang dimiliki oleh pemegang saham dalam jumlah kurang dari 5% dari total saham yang beredar.

Saham-saham ini tidak boleh dimiliki oleh pengendali perusahaan, afiliasi, anggota dewan komisaris, atau direksi, dan juga tidak boleh merupakan saham yang telah dibeli kembali oleh perusahaan.

Sebagai tanggapan atas tantangan regulasi ini, beberapa perusahaan telah mengambil langkah proaktif untuk meningkatkan free float mereka.

alah satu contoh adalah PT Mitra Boga Adiperkasa (MABP), yang berencana melepas 217 juta saham melalui penempatan swasta dengan harga pelaksanaan Rp 2.000 per saham.

Langkah strategis ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan free float.

BACA JUGA:Di Balik Kilau Emas! Saat IHP AS Melambung, Harga Emas Merunduk

Saat batas waktu regulasi semakin dekat, pasar saham Indonesia tetap menjadi arena dinamis di mana perusahaan-perusahaan harus beradaptasi dengan cepat untuk memenuhi standar yang terus berkembang yang ditetapkan oleh BEI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: