Saat bank sentral dunia seperti The Fed atau ECB memperketat kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga, maka likuiditas pasar menyusut.
Situasi ini menyebabkan investor menarik dana dari aset-aset berisiko, termasuk kripto, untuk ditempatkan di instrumen yang lebih konservatif.
Hal ini menjelaskan mengapa kripto cenderung menguat saat suku bunga rendah dan kebijakan moneter longgar, namun melemah saat terjadi pengetatan likuiditas.
Padahal, jika kripto memang benar sebagai safe haven, ia seharusnya mampu mempertahankan nilainya bahkan saat terjadi krisis likuiditas.
Perspektif Jangka Panjang dan Harapan Masa Depan
Meskipun kripto saat ini gagal membuktikan diri sebagai aset aman di tengah ketidakpastian, bukan berarti masa depannya suram.
BACA JUGA:Mainnet Mania: Kunci Sukses di Pi Network dengan Saldo Gokil - Unlocking the Crypto Fun!
BACA JUGA:Cek Yuk! Black Monday Kripto: Bitcoin Tersungkur, Kapitalisasi Pasar Anjlok 7% dalam Sehari Lho!
Dalam jangka panjang, pengembangan regulasi global dan adopsi institusional dapat memperkuat posisi kripto sebagai salah satu alternatif investasi yang stabil.
Beberapa negara bahkan mulai mempertimbangkan pengakuan resmi terhadap aset digital dan membentuk kerangka hukum yang jelas untuk transaksi kripto.
Namun, untuk benar-benar menjadi safe haven seperti emas, kripto masih memiliki jalan panjang.
Dibutuhkan stabilitas harga, dukungan regulasi, serta adopsi yang meluas agar kripto dapat diterima secara umum sebagai penyimpan nilai yang aman.
Investor Masih Memilih yang Konvensional
Lonjakan imbal hasil obligasi AS dan penurunan harga kripto memperlihatkan bahwa dalam situasi penuh ketidakpastian, investor masih memegang prinsip klasik: “better safe than sorry.
BACA JUGA:OJK Ambil Alih Pengawasan Kripto 2025 Malah Berefek Negatif?