Pertumbuhan serupa juga tercermin dari transaksi merchant BRI yang meningkat 27,2% yoy menjadi Rp105,5 triliun. Bahkan, transaksi QRIS melonjak 142,9% yoy menjadi Rp37,2 triliun.
Data tersebut menunjukkan bagaimana digitalisasi berhasil memperkuat bisnis inti BRI sekaligus membuka peluang baru di sektor keuangan digital.
BACA JUGA:Bantu Pencairan dan PKH, Brilink Batin Raya Talang Pangeran Layani Pencairan Jemput Bola
Struktur Pendanaan yang Lebih Sehat
Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI tumbuh 6,7% yoy menjadi Rp1.482,1 triliun.
Komposisi CASA (Current Account Saving Account) meningkat signifikan hingga 65,5% dari total DPK, dengan pertumbuhan giro 16,1% dan tabungan 6,8%.
Menurut Direktur Finance & Strategy BRI, Viviana Dyah Ayu, perbaikan struktur pendanaan berdampak positif pada efisiensi biaya.
Cost of Fund (CoF) turun menjadi 3,6%, sementara Cost of Deposit (CoD) terjaga di 3,0%. Rasio likuiditas juga solid, dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) 150,5% dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) 125,6%.
“Dengan likuiditas yang terjaga, BRI memiliki ruang cukup untuk tumbuh sehat dan berkelanjutan,” ujar Viviana.
BACA JUGA:Bantu Pencairan dan PKH, Brilink Batin Raya Talang Pangeran Layani Pencairan Jemput Bola
Fokus pada Kualitas Aset
Direktur Manajemen Risiko BRI, Mucharom, menambahkan bahwa kualitas aset BRI terus membaik.
Rasio kredit bermasalah (NPL) turun menjadi 3,04% dengan pencadangan (NPL Coverage) sebesar 188,84%.
Angka ini mencerminkan tingkat kehati-hatian BRI dalam menjaga stabilitas keuangan di tengah dinamika pasar.