Nih Dia! Sejarah Menarik Musik Kelentangan Banyuasin: Warisan Budaya yang Mengguncang Sumatera Selatan

Nih Dia! Sejarah Menarik Musik Kelentangan Banyuasin: Warisan Budaya yang Mengguncang Sumatera Selatan

Musik tradisional kelentangan dari Banyuasin adalah salah satu warisan budaya yang menonjol di daerah Sumatera Selatan.-foto: google-

Ketika dipukul, kayu-kayu tersebut menghasilkan nada yang berbeda-beda, menciptakan harmoni yang menyenangkan.

Teknik memainkan kelentangan ini mirip dengan cara memainkan xilofon, namun dengan sentuhan tradisional yang unik.

  • Penemuan dan Sejarah Musik Kelentangan

Sejarah musik kelentangan Banyuasin dimulai pada tahun 1960, ketika Gede Mat Yasin, seorang warga Desa Tanjung Beringin di Kecamatan Banyuasin III, secara tidak sengaja menemukan alat musik ini.

BACA JUGA:Mengungkap Pesona Viana do Castelo: Kota dengan Kekayaan Sejarah dan Keindahan Alam

BACA JUGA:Mengungkap Sejarah & Visi Maestro Parfum! Inilah Dari Eropa ke Hati Pecinta Parfum Indonesia

Gede Mat Yasin sedang beristirahat di kebunnya dan melihat sepotong kayu mahang yang kering di atas tumpukan batang pisang.

Sambil bersantai, ia mulai memukul potongan kayu tersebut dan terkejut mendengar nada-nada musik yang dikeluarkan.

Penemuan ini menjadi titik awal bagi kelentangan untuk dikenal sebagai alat musik tradisional.

Penemuan ini bukan hanya kebetulan, tetapi juga hasil dari kepekaan dan kreativitas Gede Mat Yasin terhadap lingkungan sekitar.

Kayu mahang, yang pada awalnya dianggap sebagai bahan yang tidak berguna, ternyata memiliki potensi untuk menciptakan suara yang harmonis.

BACA JUGA:Bukan Cemilan Biasa! Ungkap Sejarah & Proses Pembuatan Kue Rangi, Kuliner Khas Banyuasin, Sumatera Selatan

BACA JUGA:Menelusuri Jejak Sejarah di Bukit Siguntang: Wisata Bersejarah di Palembang

Penemuan ini menyebar ke komunitas sekitarnya, dan dalam waktu singkat, kelentangan menjadi bagian penting dari budaya lokal.

  • Perkembangan dan Penggunaan Musik Kelentangan

Pada awalnya, kelentangan hanya dimainkan saat orang-orang peladang beristirahat di kebun. Musik ini memberikan hiburan dan menghilangkan rasa lelah setelah bekerja keras.

Namun, seiring berjalannya waktu, kelentangan mulai dikenal lebih luas dan dilestarikan sebagai bagian dari kesenian tradisional di Desa Tanjung Beringin.

Alat musik ini kini menjadi simbol budaya yang menghubungkan generasi muda dengan tradisi nenek moyang mereka.

Menurut Raden Gunawan, seorang seniman dan pelaku budaya Banyuasin, musik kelentangan telah mengalami perkembangan signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: