Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Spirit Kapitalisme Pembangunan Rempang Eco-City

Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Spirit Kapitalisme Pembangunan Rempang Eco-City

Pembangunan Rempang Eco-City-foto: google/net-

Selain itu, pembangunan Rempang Eco-City ditargetkan akan menarik investasi hingga Rp381 triliun pada tahun 2080.

Pembangunan dan Spirit Kapitalisme 

Warga yang bermukim di Pulau Rempang dan Pulau Galang sebenarnya sudah menetap sejak ratusan tahun yang lalu, tepatnya tahun 1720 jauh sebelum Indonesia merdeka.

Mereka adalah anak keturunan para prajurit Kesultanan Riau-Lingga pada masa Sultan Sulaiman Badru Alam Syah I. 

BACA JUGA:Mahasiswa Bersatu Kembali dalam Aksi, Apa yang Terjadi Kali Ini?

Bahkan pada masa Sultan Badui Riauat Syah berhijrah ke Dalik-Lingga pada tahun 1787, Pulau Rempang, Galang, dan Bulang adalah basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau Lingga.

Mereka disebut Pasukan Pertikaman Kesultanan alias Pasukan Berani Mati. Sejarah tersebut tertulis dalam Kitab Tuhfat Al-Nafis karya Raja Ali Haji. 

Maka, tidak bisa dimungkiri para warga di Pulau Rempang Galang adalah masyarakat adat yang telah turun temurun mewarisi tempat tinggal mereka.

Sehingga, wajar jika masyarakat setempat merasa terintimidasi atas sikap aparat yang hendak melakukan pengukuran, bahkan pengosongan lahan.

BACA JUGA:Catat! PPPK 2023 BPIP untuk Penyandang Disabilitas di Bidang Teknologi Informasi Dibuka - Ini Kisaran Gajinya!

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1992, Pulau Rempang dan Pulau Galang masuk ke dalam administrasi Kota Batam.

Selain itu juga menetapkan seluruh kawasan Kota Batam sebagai wilayah usaha kawasan berikat.

Alhasil, seluruh lahan di Kota Batam, termasuklah Pulau Rempang dan Pulau Galang statusnya adalah Hak Pengelolaan Lahan, tidak ada lahan yang memiliki status Hak Milik. 

Meskipun pemerintah berdalih bahwa masyarakat belum memiliki hak legalitas tanah. Namun, sudah sejak dahulu warga telah mengajukan legalitas tanah, tetapi tidak kunjung diberikan.

Masyarakat di sana tentu mempunyai alasan kuat untuk menolak relokasi. Sekalipun diiming-imingi ganti rugi, dan pemberian rumah secara cuma-cuma.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: