“Kami ingin pemberdayaan.
Setelah memahami manfaat air bersih, masyarakat sendiri yang mengelola, memperbaiki, bahkan mereplikasi RainFilter di rumah-rumah,” ujarnya lewat konferensi daring.
BACA JUGA:Magnesium: Si Logam Ajaib yang Siap Merevolusi Dunia Medis dan Kesehatan Tulang
BACA JUGA:Matcha: Teh Hijau Superfood dari Jepang dengan Segudang Manfaat Kesehatan
Dana pemeliharaan—sekitar Rp 2 000 per keluarga per bulan—dikumpulkan lewat koperasi desa agar keberlanjutan finansial terjaga.
Dari sisi akademik, UGM menyiapkan modul do-it-yourself RainFilter. “Bahan bakunya 80 persen lokal—drum plastik bekas dan pipa PVC,” jelas Dr. Aji Prasetyo dari Departemen Teknik Sipil.
Model terbuka ini diharapkan mempercepat adopsi sekaligus menekan eksploitasi air tanah yang menyebabkan amblesan lahan di kota pesisir.
Sejalan dengan Target Nasional
Pemerintah menargetkan 100 persen akses air bersih dan 70 persen sanitasi aman pada 2045 sebagai bagian dari Visi Indonesia Emas.
BACA JUGA:Obat Alami DBD: Harapan Baru atau Sekadar Pelengkap? Ini Fakta Lengkapnya!
BACA JUGA:Lima Cara Ampuh Atasi Sakit Kepala Tanpa Obat, Simpel dan Efektif!
Inovasi mikro seperti GAMA-RainFilter melengkapi proyek makro jaringan perpipaan dan bendungan.
Di tengah perubahan iklim—musim kemarau lebih panjang, hujan makin ekstrem—solusi desentralisasi yang menampung air berlebih lalu meresapkannya kembali menjadi kunci ketahanan air.
Tantangan dan Harapan
Tantangan utama adalah replikasi. Ada lebih dari 12 000 desa rentan kekeringan menurut PUPR.
Jika satu instalasi senilai Rp 35 juta dapat melayani 30 keluarga, dibutuhkan investasi sekitar Rp 14 triliun untuk menjangkau semua.