Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Spirit Kapitalisme Pembangunan Rempang Eco-City

Rabu 04-10-2023,14:36 WIB
Reporter : Eko Subakti
Editor : Dio Nidas

Saat ini kita hidup dalam arus kapitalisme.

Arah pembangunan perkotaan pun mengikuti arus para pemilik modal. Maka, tolak ukur kebijakan dan rencana pembangunan bersandar kepada manfaat, keuntungan, ataupun investasi tanpa peduli apakah sesuai dengan syariat atau tidak.

 BACA JUGA:Terbaru! Tragedi Kebakaran di Museum Nasional - Penyelidikan Polisi Terus Mendalami Dugaan Pidana

Saat ini, penguasa kehilangan mentalitas negarawan. Bukannya mengurusi urusan rakyat, tapi malah mengalihkan tanggung jawab tersebut  kepada swasta, ataupun pihak asing.

Tentu saja, dalam kacamata Islam ini adalah bentuk pelanggaran dalam syariat. Jika dalam sistem kapitalisme tanggung jawab pelayanan urusan rakyat dialihkan kepada pemodal, maka dalam Islam sungguh berbeda.

Keimanan adalah Tonggak Peradaban

Pembangunan dalam Islam dilakukan oleh negara dalam rangka memberikan pelayanan kepada rakyatnya.

Sebagaimana tanggung jawab seorang pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di yaumil akhir, maka sudah semestinya segala kebijakan dan perencanaan pembangunan sudah semestinya sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah.

Spirit keimanan inilah yang telah hilang dalam sanubari pemimpin hari ini.

Pembangunan harusnya terselenggara hanya untuk kemaslahatan rakyat dan dilakukan secara mandiri, tidak bergantung kepada investasi asing. 

BACA JUGA:Terbaru! Tragedi Kebakaran di Museum Nasional - Penyelidikan Polisi Terus Mendalami Dugaan Pidana

Saat ini, negara fokus membangun berbagai proyek strategis nasional dengan pendekatan kota wisata, eco city, smart city, sustainable city, dan sejenisnya, pada masa kejayaan peradaban Islam pun sudah ada kota-kota megah yang ramah lingkungan, dan mementingkan kemaslahatan rakyat.

Seperti di Granada, Kairo, Turki, Baghdad, Mesir, banyak fasilitas pembangunan peninggalan masa kejayaan Islam yang masih dapat dirasakan manfaatnya hingga saat ini.

Tentu saja, pembangunan membutuhkan dana yang besar. Lantas, bagaimana Islam mengatur pebdapatab negara agar mampu membangun proyek secara mandiri? Negara akan memaksimalkan pemasukan dari pos-pos pendapatan dari pemasukan tetap yakni fai’, ghanimah, anfal, kharaj, dan jizyah.

Juga pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, serta pemasukan dari hak milik negara berupa usyur, khumus, rikaz, dan tambang. Jika kas baitulmal kosong, negara dapat memobilisasi pengumpulan dana dari kalangan orang kaya . 

BACA JUGA:Skandal Korupsi Pasar Cinde Palembang: Kejati Sumsel Kembali Panggil Saksi-saksi Kunci!

Kategori :