Ketika buaya dipanggil, buaya-buaya tersebut akan segera datang, bahkan dengan penunggangnya. Generasi pertama ini dianggap sebagai perantara antara manusia dan buaya, menjaga hubungan yang erat antara mereka.
Generasi Kedua - Kamaluddin, Ratu Jurum: Keturunan muyang Malik, Kamaluddin, juga memiliki kemampuan yang hampir serupa dengan generasi pertama. Buaya masih merespon panggilan mereka dan datang ketika dipanggil, menjaga tradisi yang kuat dalam menjaga keseimbangan alam.
Generasi Ketiga - Punggawa Cabuk, Raden Jurung: Pada generasi ketiga, hubungan antara pawang buaya dan buaya mulai berubah.
Meskipun buaya masih merespon panggilan, penunggang buaya sudah tidak lagi terlihat.
BACA JUGA:Inilah Musi Banyuasin, Kisah Demografi dan Keberagaman Etnis Penduduknya dari Tahun 2017-2022
Hanya suara penunggang yang terdengar. Ini menandai perubahan dalam dinamika antara manusia dan buaya.
Generasi Keempat - Tunak, Raden Kuning: Pada masa generasi keempat, buaya sudah lambat datang, dan penunggangnya tidak terlihat, bahkan suaranya juga tidak terdengar lagi
. Perubahan ini semakin membingungkan masyarakat dan mengubah pandangan mereka terhadap hubungan ini.
Generasi Kelima - Imang, Raden Sentul: Generasi kelima melihat buaya tidak lagi datang saat dipanggil, namun mereka masih bisa diusir jika diperlukan.
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan buaya semakin berkurang, dan masyarakat mulai meragukan peran pawang buaya.
Generasi Keenam - Abdullah, Raden Intan: Generasi keenam, Abdullah, tidak lagi memiliki kemampuan untuk memanggil buaya.
Namun, jika ada masalah dengan buaya, ia masih dapat mengusir mereka.
Peran pawang buaya semakin merosot, tetapi warisan mereka tetap hidup.
Generasi Ketujuh - Pendekar Jurung Jurung Mata Intan: Generasi saat ini adalah Abdullah Hamid, yang memiliki gelar Pendekar Jurung Jurung Mata Intan.
Pada masa ini, buaya tidak lagi merespon panggilan, bahkan tidak dapat diusir lagi.
Peran pawang buaya dalam menjaga keseimbangan alam di wilayah ini hampir tidak ada lagi.
Hal ini mencerminkan perubahan yang dramatis dalam hubungan antara manusia dan buaya di Pemulutan.
Penggunaan Tenaga Pawang Buaya di Luar Pemulutan
Meskipun kemampuan untuk memanggil buaya telah memudar seiring berjalannya waktu, pawang buaya masih dihormati dan dicari oleh banyak orang yang mengalami masalah seputar buaya di berbagai daerah.
BACA JUGA:Ini Lho 5 Makanan Khas Musi Banyuasin Enak dan Legit, Cobain Yuk!
Abdullah Hamid, generasi ketujuh dalam garis keturunan pawang buaya, telah memberikan bantuan dengan keahliannya kepada orang-orang di berbagai tempat, termasuk Desa Tanjung Jumbung, Muara Tembesi, Serolangun di Jambi, Desa Permis, dan Serdang di Bangka Belitung (Babel), serta kawasan Selapan, Gasing Banyuasin, hingga Limau Sumbawa.
Keberhasilannya dalam menghadapi buaya telah membuatnya dikenal dan dicari oleh banyak orang yang mengalami masalah serupa.
Dukungan dari Pemerintah Lokal dan Budaya Pemulutan
Penting untuk dicatat bahwa dukungan dari pemerintah lokal juga telah ada dalam menjaga warisan budaya ini.
Camat Pemulutan, Bahrus Syarip, MSi, bersama Kasi Pemerintahan Mareta, membenarkan keyakinan masyarakat seputar cerita muyang Pemulutan.