Banyak Orang tidak Segan-segan Membeli Rokok Ketimbang Makanan yang Bergizi, Akibatnya Stunting

Banyak Orang tidak Segan-segan Membeli Rokok Ketimbang Makanan yang Bergizi, Akibatnya Stunting

Ilustrasi. (net)--

Sumeksradio- Banyak Orang tidak Segan-segan Membeli Rokok Ketimbang Makanan yang Bergizi, Akibatnya Stunting, Konsumsi rokok di kalangan masyarakat Indonesia sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah, terlepas dari rumah tangga.

Sayangnya, dampak paling mematikan dari beban ekonomi konsumsi rokok adalah pada gizi anak-anak yang rawan stunting.

BACA JUGA:Mengatur Keuangan yang baik agar tidak Terlilit Hutang, Salah Satunya Berfokus pada Salah Satu Tanggungan

Berdasarkan survei kesehatan dasar (Riskesdas), diklaim masyarakat Indonesia tidak segan-segan membeli rokok ketimbang makanan bergizi.

Tentu kondisi ini menjadi berbahaya bagi anak-anak yang seharusnya mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
 
Feni Fitriani Taufik, Ketua Pokja Rokok PDPI, menjelaskan masyarakat Indonesia berpenghasilan menengah ke bawah memutuskan untuk membeli beras.

Sayangnya, tempat kedua dalam konsumsi rumah tangga adalah membeli rokok.
 
"Konsumsi tembakau di Indonesia menjadi beban ekonomi. Kalau kita lihat data pemerintah, belanjanya di urutan kedua. Yang pertama 19 persen untuk makanan dan 11 persen untuk rokok," kata Feni dalam konferensi pers virtual memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Dengan PDIP dan IDI beberapa waktu lalu.
 
Dengan menjadikan pembelian rokok sebagai prioritas kedua, rumah tangga berpenghasilan menengah dan rendah kehilangan makanan bergizi untuk anak-anak mereka, kata Feni. Efek tidak langsung ini memicu tingginya angka stunting yang berujung pada viktimisasi anak.

“Kalau kita gabungkan, masalah ini terkait dengan deformasi,” tambah Feni.
 
Komisi Pengendalian Tembakau Nasional Indonesia Tubagus Haryo Karbiyanto juga sepakat bahwa ada hubungan yang signifikan antara merokok dan anggota keluarga yang merokok.

“Menurut beberapa penelitian yang dilakukan oleh teman-teman akademik, ada korelasi yang sangat signifikan antara anak stunting. Anak-anak satu keluarga dengan perokok,” tambah Tubagus.

Keterbelakangan anak dari keluarga perokok ternyata 15,5 persen lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga yang tidak merokok. Agaknya, anggota keluarga harus mempertimbangkan konsumsi makanan bayi daripada membeli rokok.

“Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pola konsumsi yang kedua adalah rokok. Lebih tepatnya rokok filter. Sebenarnya masih rebutan.

Jadi kalau ingin menghidupkan kembali kebiasaan konsumsi makanan bergizi, konsumsi tembakau harus dikurangi,” ujar Tubagus.

Lebih dalam, Tubagus menjelaskan bahwa jumlah pembelian beras tetap menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Sayangnya, dibandingkan dengan membeli rokok, sumber makanan lain seperti telur dan daging yang kaya nutrisi terabaikan.

“Makanan kita tidak hanya nasi, tapi juga protein, telur, daging, dll. Konsumsi rokok harus dikurangi lagi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: