Seruit & Nyeruit: Warisan Rasa dan Kebersamaan dari Lampung

Seruit & Nyeruit: Warisan Rasa dan Kebersamaan dari Lampung

SUMEKSRADIONEWS.ONLINE - Di tengah hiruk pikuk modernitas dan gaya hidup individualistik, masyarakat Lampung tetap mempertahankan sebuah tradisi kuliner yang penuh makna, yaitu nyeruit.

Lebih dari sekadar kegiatan makan bersama, nyeruit telah menjadi simbol kuat kebersamaan, keakraban, dan jalinan sosial dalam budaya Lampung.

Nyeruit sendiri berasal dari kata “seruit”, yaitu makanan khas Lampung yang terdiri dari ikan—baik digoreng atau dibakar—yang disajikan bersama sambal terasi dan tempoyak, olahan fermentasi dari buah durian atau mangga.

Dalam praktiknya, seruit disantap bersama nasi dan aneka lalapan seperti timun, petai, kemangi, kol, dan tomat.

Kombinasi lauk ini menghasilkan cita rasa yang ‘ramai’, dengan perpaduan pedas, asam, asin, dan aroma khas fermentasi yang menggoda selera.

BACA JUGA:Glamping Ramah Lingkungan: Solusi Masa Depan Pariwisata Berkelanjutan dari Bobobox

BACA JUGA:Cita Rasa Khas Jawa Barat yang Selalu Bikin Rindu: Karedok dan Pesona Kuliner Sunda

Namun, yang membuat nyeruit istimewa bukan hanya dari rasanya, melainkan dari nilai sosial yang dikandungnya.

Tradisi ini dijalankan dengan cara makan bersama—baik dalam lingkup keluarga, tetangga, hingga seluruh masyarakat—dalam suasana hangat dan akrab.

Dalam banyak kesempatan seperti acara adat, syukuran, pernikahan, hingga momen kumpul keluarga, nyeruit menjadi hidangan utama yang menyatukan semua kalangan.

Simbol Kebersamaan dan Kesederhanaan

Bagi masyarakat Lampung, nyeruit bukan hanya tentang makanan, tapi juga tentang membangun silaturahmi.

Ketika nyeruit digelar, semua orang duduk lesehan bersama, menikmati makanan dari wadah besar atau daun pisang, dan menyantapnya menggunakan tangan.

BACA JUGA:Ozema Garden: Surga Tersembunyi di Palembang untuk Bersantai dan Piknik Kekinian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: