Dana yang digunakan untuk pembangunan jembatan ini berasal dari dana pampasan perang yang diberikan oleh Jepang.
Sebagai tambahan, proyek pembangunan ini juga melibatkan tenaga ahli dari Jepang, yang memberikan kontribusi berharga dalam memastikan bahwa pembangunan berjalan lancar dan sesuai rencana.
Pada awalnya, jembatan ini dikenal dengan nama Jembatan Bung Karno sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden pertama Republik Indonesia yang gigih memperjuangkan keinginan warga Palembang untuk memiliki jembatan di atas Sungai Musi.
Seiring berjalannya waktu, jembatan ini menjadi salah satu jembatan terpanjang di Asia Tenggara, yang menghubungkan dua sisi kota Palembang dengan megah.
Namun, nama Jembatan Bung Karno tidak bertahan lama.
Pada tahun 1966, setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30SPKI), yang dikenal sebagai peristiwa yang mengguncang politik Indonesia, terjadi pergantian nama.
BACA JUGA:Inilah, Jejak Sejarah Nama Kota Muaraenim yang Kaya & Unik, 400 Kilometer Selatan dari Kota Palembang
Nama Jembatan Bung Karno diganti menjadi Jembatan Ampera, yang merupakan singkatan dari "Amanat Penderita Rakyat."
Nama "Ampera" ini merupakan slogan yang disampaikan oleh para demonstran anti PKI dan Soekarno.
Pergantian nama ini mencerminkan kekecewaan warga Palembang terhadap dugaan keterlibatan Soekarno dalam peristiwa G30SPKI.
Meskipun perubahan nama tersebut terjadi sebagai ekspresi kekecewaan masyarakat, wacana tersebut tidak pernah terealisasi.
Dalam hal ini, Jembatan Ampera tetap menjadi bagian integral dari sejarah dan identitas Palembang, mengingat sejarahnya yang panjang dan makna yang melekat padanya.
Selama pembangunan Jembatan Ampera, banyak bangunan bersejarah yang berasal dari masa penjajahan Belanda harus dibongkar.
BACA JUGA:1961! Lampu Hijau Pembangunan: Kisah Syarat Presiden Soekarno di Balik Sejarah Jembatan Ampera, Ikon Palembang
Salah satu yang bertahan adalah menara air (waterleding) yang kini berfungsi sebagai Kantor Wali Kota.
Bagian hulu jembatan ini juga melibatkan pembongkaran beberapa perumahan penduduk.
Proyek pembangunan ini adalah bagian dari upaya modernisasi Palembang dan pengembangan infrastruktur kota.
Jembatan Ampera tetap menjadi lambang utama kota Palembang, menjadi daya tarik wisata dan lokasi yang penting dalam berbagai acara dan perayaan kota.
Namanya yang telah berganti dari Jembatan Bung Karno menjadi Jembatan Ampera mencerminkan dinamika sejarah politik Indonesia pada masanya.
BACA JUGA:Pulau Kemaro! Delta Kecil di Tengah Sungai Musi, Sumatera Selatan - Sejarah Menarik Membawa Kita ke Masa Lalu
Meskipun namanya berubah, Jembatan Ampera tetap menjadi salah satu lambang terpenting dan pusat perhatian di Palembang, serta menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa bersejarah di kota ini.
Seiring berjalannya waktu, Jembatan Ampera terus menjadi ikon yang mempesona dan membawa sejarah yang mendalam bagi penduduk Palembang dan Indonesia.
Sebagai jembatan yang menghubungkan dua bagian penting dari kota ini, ia adalah simbol persatuan dan integrasi, mengingatkan kita akan pentingnya berbagi dan bekerja bersama untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Dalam perkembangannya, Jembatan Ampera menjadi lebih dari sekadar struktur fisik.
Ia adalah bagian dari jati diri dan warisan budaya Palembang yang perlu dilestarikan dan dihormati.